ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DIAGNOSA FRAKTUR
- DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer S.C &
Bare B.G, 2001) atau setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves C.J,
Roux G & Lockhart R, 2001). Fraktur
atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan
tulang diantaranya penyakit yang sering disebut osteoporosis, biasanya dialami
pada usia dewasa. Dan dapat juga disebabkan karena kecelakaan yang tidak
terduga (Masjoer, A, 2000). Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas
struktur tulang. Patahan tadi mungkin taklebih dari suatu retakan, suatu
pengisutan atau primpilan korteks; biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang
bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tetutup
(atau sederhana) kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus
keadaan ini disebut fraktur terbuka (atau compound) yang cendrung untuk
mengalami kontaminasi dan infeksi (A,Graham,A & Louis, S, 2000). Fraktur
adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan
dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiridan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap (Price, A dan L. Wilson, 2003).
Jenis-Jenis
Fraktur
a.
Complete fracture (fraktur komplet), patah pada seluruh garis tengah tulang, luas dan melintang. Biasanya disertai
dengan perpindahan posisi tulang.
b.
Closed fracture (simple frakltur), tidak menyebabkan robeknya kulit, integritas
kulit masih utuh.
c.
Open fracture ( compound fraktur / komplikata / kompleks), merupakan fraktur
dengan luka pada kulit ( integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit) atau membrane mukosa
sampai kepatahan tulang.
Fraktur
tebuka digradasi menjadi :
Grade I : luka bersih, kurang dari 1 cm panjangnya
Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan
lunak yang ekstensif
Grade III: luka sangat
terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.
d. Greenstick, fraktur dimana salah
satu sisi tulang patah sedang lainnya membengkok.
e. Transversal, fraktur sepanjang
garis tengah tulang.
f. Oblik, fraktur membentuk sudut
dengan garis tengah tulang.
g. Spiral, fraktur memuntir seputar
batang tulang.
h. Komunitif, fraktur dengan tulang
pecah menjadi beberapa fragmen.
i.
Depresi, fraktur dengan fagmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi pada
tulang tengkorak dan wajah).
j.
Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang).
k.
Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang,
paget, metastasis tulang, tumor)
l.
Epifisial, fraktur melalui epifisis.
m.
Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya (Brunner
& Suddarth, 2002).
2. ETIOLOGI
a. Fraktur Fisiologis
Suatu kerusakan
jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik, olahraga, dan
trauma dapat disebabkan oleh :
1. Cedera langsung berarti pukulan
lansung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan.
2. Cedera tidak langsung berarti pukulan
langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan terjulur menyebabkan
fraktur klavikula, atau orang tua yang terjatuh mengenai bokong dan berakibat fraktur
kolom femur.
b. Fraktur Patologis
Dalam hal ini kerusakan
tulang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur. Dapat terjadi pada berbagai keadaan berikut:
1. Tumor tulang
(terbagi menjadi jinak dan ganas)
2.
Infeksi seperti Osteomielitis
3.
Scurvy (penyakit gusi berdarah)
4.
Osteomalasia
5.
Rakhitis
6.
Osteo porosis ( Rasjad, C, 2007)
Umumya fraktur disebabkan oleh
trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur cendrung
terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi
pada umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan,
atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada
orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur dari pada laki-laki yang
berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan
perubahan hormone pada menopause.
3. MANIFESTASI KLINIS
1).
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2).
Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas
dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas
tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung
pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
3).
Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5
sampai 5,5 cm
4).
Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen
satu dengan lainnya.
5).
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam
atau beberapa hari setelah cedera.
4. PATHWAYS
5. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup
mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma
pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula
tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan
tulang nantinya.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi fraktur
1)
Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang
yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur.
2)
Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang
terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur
seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan
atau kekerasan tulang.
6. KOMPLIKASI
a. Perdarahan dapat menimbulkan kolaps
kardiovaskuler. Hal ini dapat dikoreksi dengan transfusi darah yang memadai.
b. Infeksi terutama jika luka
terkontaminasi dan debridemen tidak memadai.
c. Non-union, lazim terjadi pada fraktur
pertengahan batang femur, trauma kecepatan tinggi dan fraktur dengan
interposisi jaringan lunak diantara fragmen. Fraktur yang tidak menyatu memerlukan
bone grafting dan fiksasi interna.
d. Malunion, disebabkan oleh abductor dan
adductor yang bekerja tanpa aksi antagonis pada fragmen atas untuk abductor dan
fragmen distal untuk adductor.
e. Trauma arteri dan saraf jarang tetapi
mungkin terjadi Djuwantoro, D, 2000)
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Rotgen (Menentukan
lokasi/luas fraktur)
b. Scan Tulang, Tomogram, Scan CT/MRI
(Memperlihatkan fraktur; juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak)
c. Arteriogram (Digunakan bila kerusakan vaskuler
dicurigai)
d. Hitung Darah lengkap (Ht mungkin
meningkat(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur
atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respons
stress normal setelah trauma.
e. Kreatinin (Trauma otot meningkatkan
beban kreatinin untuk klirens ginjal)
f. Profil Koagulasi (perubahan dapat
terjadi kehilangan darah, transfusi
multipel,atau cedera hati)
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus
emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan disertai perdarahan
yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman belum terlalu jauh
meresap dilakukan.
1)
Pembersihan
luka
2)
Exici
3)
Hecting
situasi
4)
Antibiotik
b. Seluruh Fraktur
1) Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.
2) Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran¬nya dan rotasfanatomis (brunner, 2001). Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan. Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips, biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran¬nya dan rotasfanatomis (brunner, 2001). Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan. Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips, biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
3) Traksi.
Traksi dapat digunakan
untuk mendapat¬kan efek reduksi dan imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan
dengan spasme otot yang terjadi. Sinar x digunakan untuk memantau reduksi
fraktur dan aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat
pembentukan kalus pada sinar x. Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips
atau bidai untuk melanjutkan imobili¬sasi.
Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
4) Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalut¬an, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalut¬an, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
5) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan.
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk memperbaiki ke-mandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan.
9. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN (ASKEP)
a. Diagnosa: Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan nyeri dari fraktur terbuka
Tujuan:
1). Mampu meminta
bantuan untuk mobilisasi sesuai kebutuhan
2).
Mampu memaksimalkan fungsi ekstremita yang sehat
Intervensi:
1) Ajarkan untuk melakukan latihan gerak
aktif pada anggota gerak yang sehat (4X5) Sehari
2) Posisikan tubuh untuk mencegah
komplikasi, ubah posisi tubuh setiap 2 jam sekali.
3) Ajarkan individu untuk meningkatkan
tindakan kewaspadaan
4) Ajarkan penggunaan alat yang sesuai
5) Kolaborasi dengan fisioterapi
b. Diagnosa: Kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan fraktur femur terbuka
Tujuan: Mencapai penyembuhan luka
pada waktu yang sesuai
Intervensi:
1) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap
perkembangan luka
2) Kaji lokasi, warna, bau serta jumlah dan
tipe cairan luka
3) Pantau peningkatan suhu tubuh
4) Berikan perawatan luka
5) Jika pemulihan tidak terjadi, kolaborasi
tindakan larutan
6) Ganti balutan sesuai kebutuhan
7) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai
dengan indikasi
c. Diagnosa: Terjadinya syok
hipovolemik berhubungan dengan rusaknya jaringan kulit
Tujuan:
syok hipovolemik teratasi
Intervensi:
1) Observasi TTV
2) Mengkaji sumber, lokasi dan banyaknya
perdarahan
3) Memberikan posisi supinasi
4) Memberikan banyak cairan
5) Kolaborasi pemberian obat dan infus
d. Diagnosa: Adanya gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan fraktur femur terbuka
Tujuan:
Mempertahankan perfusi jaringan
Intervensi:
1) Kaji aloran haplur, warna kulit dan
kehangatan distal pada fraktur
2) Kali neurovaskuler, perhatikan perubahan
fungsi motor / sensori
3) Kaji keseluruhan panjang ektremitas yang
untuk pembengkakan / pembentukan edema
4) Selidiki tanda ekstremitas tiba
5) Awasi TTV
6) Awasi HB / HT pemeriksaan koagulasi
7) Siapkan intervensi bedah sesuai indikasi