Demam tifoid,
atau typhoid adalah penyakit
yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella enterica,
khususnya turunannya yaitu Salmonella
Typhi. (wikipedia.org).
Thypus
abdominalis atau demam tifoid ialah suatu penyakit
infeksi menular pada manusia yang disebabkan oleh bakteri yang menyerang pada
saluran pencernaan di bagian usus (Murwani, 2009; Corwin, 2009).
Demam tifoid merupakan penyakit
infeksi yang terjadi pada usus halus yang disebabkan oleh salmonellla thypi.
Penyakit ini dapat ditularkan melalui makanan, mulut atau minuman yang
terkontaminasi oleh kuman salmonella thypi (Hidayat, 2008).
Demam tifoid adalah penyakit
menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakteremia, perubahan pada
sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses
dan urelasi nodus peyer distal ileum (Soegijanto, 2002).
Berdasarkan beberapa pengertian di
atas dapat disimpulkan bahwan demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi yang
terjadi pada usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella typhi yang
dapat ditularkan melalui makanan, mulut, atau minuman yang terkontaminasi oleh
kuman salmonella thypi.
Demam
tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella Thypi (salmonelia tiphosa), Salmonella
Paratyphi A, Salmonella Paratyphi B, Salmonella Paratyphi C, Salmonella
Shocttmuelleri, dan Salmonella Hirschfeldii (Samekto, 2001;
Mansjoer, 2000; Murwati, 2009). Adapun beberapa macam dari Salmonella Typhi
adalah sebagai berikut:
1.
Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bahu getar, tidak
bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
a.
Antigen O (somatic, terdiri dari zat komplek lioporisakarida)
b.
Antigen H (flagella)
c.
Antigen K (selaput) dan protein membrane hialin.
2.
Salmonella parathypi A
3.
Salmonella parathypi B
4.
Salmonella parathypi C
Ada
dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan
pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typoid dan
masih terus
mengeksresi
salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun, ini akan
dapat menginfeksi orang lain.
3.PATOFISIOLOGI
Masuknya
kuman Salmonella Typhi dan Salmonella Paratyphi kedalam tubuh
manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian
kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan
selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA)
usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama
sel-M). Bila terjadi komplikasi perdarahan dan peforasi intestianal,
kuman menembus lamina propia, masuk aliran limfe menjadi kelenjar limfe
mesenterial, dan masuk aliran darah melalui duktus torasikus. Kuman
berkembangbiak di lamina dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama
oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag
dan selanjutnya di bawa ke plague peyeri ileum distal dan kemudian ke
kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus
kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah
(mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke
seluruh organ retikuloendetial tubuh terutama hati dan limfa.
Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel
atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi
mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan di sertai tanda-tanda
dan gejala penyakit infeksi sistemik. Kuman di dalam hati masuk ke dalam
kandung empedu berkembang biak dan bersama cairan empedu diekskresikan
secara intermitten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman di keluarkan
melalui feses dan sebagian melalui masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah
menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag
telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosit kuman salmonella terjadi
pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala
reaksi inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi
sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi. Di dalam plague peyeri
makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan Salmonella typhi
intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia
jaringan dan nekrosis organ). Pendarahan saluran cerna dapat terjadi akibat
erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan
hiperpalsia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses
patologis jaringan limpoid ini dapat berkembang hingga di lapisan otot, serosa
usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel di reseptor
sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan
neuropsikiatrik, kardiovaskuler, pernafasan dan gangguan organ lainnya (Widodo,
2007; Mansjoer, 2000).
4.PATWAYS
5.MANIFESTASI KLINIS
Masa
tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang
timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik
hingga gambaran penyakit yang khas diderita disertai komplikasi hinggga
kematian. Satu minggu pertama keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi
akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia,
mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan
epistaksis. Pemeriksaan fisik hanya di dapatkan peningkatan suhu badan. Sifat
demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari.
Gejala-gejala
menjadi lebih jelas dalam minggu kedua berupa demam, bradiarkia relatif
(bradiarkia relatif adalah peningkatan suhu 1oC tidak diikuti dengan
peningkatan nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi
dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali meteroismus, gangguan
mental berupa somnollen, strupor, koma, delirium, atau psikosis. Roseolae
jarang ditemukan pada orang Indonesia (Widodo, 2007; Mansjoer, 2000).
gambaran klinis
6.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut
Samekto (2001) pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada pasien dengan
demam tifoid adalah:
1.
Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat
pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi
walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Dapat pula ditemukan anemia ringan
dan trombositopeni. Pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi
aneosinofilia maupun limfopeni. Laju endap darah dapat meningkat.
2.
Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat,
tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak
memerlukan penanganan khusus.
3.
Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi
adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella Thypi. Pada uji widal
terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen bakteri Salmonella Thypi dengan
antibodi yang disebut aglutinin. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid. Akibat adanya infeksi
oleh kuman Salmonella Typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin)
yaitu: Aglutinin O, Aglutinin H, Aglutinin Vi. Dari ketiga aglutinin tersebut
hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin
tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita demam tifoid Cepat lelah
Tromboflebitis miokarditis Cemas.
Komplikasi
Thypus Abdominalis menurut Mandala (2006) sebagai berikut:
1.
Perdarahan dan perforasi usus (terutama pada minggu ketiga).
2.
Miokarditis.
3.
Neuropsikiatrik: psikosis, ensefalomielitis.
4.
Kolesistitis, kolangitis, hepatitis, pneumonia, pancreatitis.
5.
Abses pada limpa, tulang atau ovarium (biasanya setelah pemulihan).
6.
Keadaan karier kronik (kultur urin atau tinja positif setelah 3 bulan) terjadi
pada 3% kasus (lebih sedikit setelah terapi fluorokuinolon).
8.PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
thypoid secara medis dan keperawatan menurut Widodo (2007), Samekto( 2001),
Mansjoer(2000) sebagai berikut:
1.
Penatalaksanaan Medis
Pemberian
antibiotik untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman. Antibiotik yang
dapat digunakan:
a. Cloramfenikol: Obat ini
digunakan untuk menekan fungsi sumsum tulang, sehingga tidak boleh diberikan pada
penderita dengan gangguan fungsi sumsum tulang belakang.
b.
Tiamfenikol: Efektifitasnya hampir sama dengan kloramfenikol, tetapi
komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih
rendah.
c.
Kotrimoksazol.
d.
Ampisillin/ Amoksilin: Diberikan selama dua minggu. Kemampuan obat ini
menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol.
e.
Sefalosporin generasi ketiga: Golongan sefalosporin generasi ke tiga
yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah Ceftriaxone.
f.Golongan
Fluorokuinolon: Norfloksasin , Siprofloksasin, Ofloksasin, Pefloksasin,
Fleroksasin.
g.
Kombinasi antibiotik: Pemakaian kombinasi 2 antibiotik atau lebih hanya
diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau
peforasi, syok septik.
h.
Kortikosteroid: Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik
tifoid atau demam tifoid yang mengalami syok septik.
2.
Keperawatan
Pencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas
demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan sesuai tahap dengan pulihnya kekuatan pasien.
Dalam perawatan perlu sekali dijaga higine perseorangan, kebersihan tempat
tidur, pakaian dan peralatan yang dipakai oleh pasien. Pasien dengan kesadaran
menurun posisinya perlu diubahubah untuk mencegah dekubitus dan pneumonia
hipostatik, defekasi dan buang air perlu diperhatikan karena kadang-kadang
terjadi konstipasi dan retensi urine.
9.DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Fokus
intervensi yang dapat dirumuskan untuk mengetahui masalah keperawatan pada
pasien thypoid merujuk pada NIC NOC, (2008), Carpenito, (2001):
1.
Peningkatan suhu tubuh atau hipertermi berhubungan dengan Infeksi Salmonella Thypi.
a.
Tujuan : suhu tubuh normal atau terkontrol.
b.
Kriteria hasil : Suhu tubuh 36,5-37,5°C, mencari pertolongan untuk pencegahan
peningkatan suhu tubuh, turgor kulit membaik, badan tidak teraba panas.
c.
Intervensi:
1)
Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh.
Rasional:
agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membentu
mengurangi kecemasan yang timbul.
2)
Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap kringat.
Rasional:
Untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi
penguapan tubuh.
3)
Batasi pengunjung
Rasional:
Agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas.
4)
Observasi TTV tiap 4 jam sekali.
Rasional:
Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
5)
Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum kurang lebih 2,5
liter
/ 24 jam.
Rasional:
Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu
diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
6)
Berikan kompres hangat.
Rasional:
Untuk membantu menurunkan suhu tubuh.
7)
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotic dan antipiretik.
Rasional: Antibiotik untuk
mengurangi infeksi dan antipiretik untuk mengurangi panas.
2.
Resiko kurang nutrisi berhubungan dengan intake tidak adekuat karena mual dan
tidak narsu makan.
a.
Tujuan: pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.
b.
Kriteria hasil : Nafsu makan meningkat, pasien mampu menghabiskan makanan
sesuai dengan porsi yang diberikan.
c.
Intervensi:
1)
Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan atau nutrisi.
Rasional:
Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk
makan meningkat.
2)
Timbang berat badan klien setiap 2 hari.
Rasional:
Untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.
3)
Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak
merangsang, mampu menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.
Rasional:
Unutk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
4)
Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional:
Untuk menghindari mual dan muntah.
5)
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parentral.
Rasional: Antasida mengurangi rasa
mual dan muntah, nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi
per oral sangat kurang.
3.
Intoleransi aktivitas berhubungan kelemahan fisik.
a.
Tujuan: pasien bias melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari optimal.
b.
Kriteria hasil: Kebutuhan personal terpenuhi, dapat melakukan gerakan yang
bermanfaat bagi tubuh, memenuhi aktivitas kehidupan sehari-hari dengan tehnik
penghematan energy.
c.
Intervensi :
1)
Tingkatkan tirah baring /duduk.
Rasional
: Meningkatkan istirahat dan ketenangan
2)
Beri motivasi pada klien dan keluarga untuk melakukan mobilisasi sebatas
kemampuan (missal : miring kanan, miring kiri).
Rasional:
Agar klien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang
bedrest.
3)
Kaji kemampuan klien dalam beraktivitas (makan, minum).
Rasional:
untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi.
4)
Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
Rasional: untuk menghindari
kekakuan sendi dan mencegahadanya degubitus.
4.
Resiko kurang cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan
intake menurun.
a.
Tujuan: tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan.
b.
Kriteria hasil: Turgor baik , wajah tidak nampak pucat, suhu 36,5-
37,5°C,
TD : 120/80 mmHg, urin out put 1-2 cc/kg BB/jam.
c.
Intervensi:
1)
Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada klien dan keluarga.
Rasional:
Untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.
2)
Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasional:
Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
3)
Anjurkan klien untuk banyak minum kurang lebih 2,5 liter/24 jam.
Rasional:
Untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
4)
Observasi kelancaran tetesan infuse.
Rasional:
Untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
5)
Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral/parentral).
Rasional:
Untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parentral ).
5.
Gangguan pola eliminasi: BAB (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya cairan
dan serat dalam tubuh, imobilisasi.
a.
Tujuan :Tidak terjadi gangguan pada pola eliminasi BAB.
b.
Kriteria hasil :Klien dapat BAB secara rutin yaitu 1X sehari seperti biasa,
feses lunak
c.
Intervensi :
1)
Monitor tanda-tanda vital.
Rasional:
Untuk mengetahui perkembangan kondisi klien.
2)
Anjurkan klien untuk sering minum air putih yang banyak.
Rasional:
Supaya masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang
sesuai pada usus dan membantu eliminasi.
3)
Anjurkan klien untuk makan makanan yang berserat.
Rasional:
Karena diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi
regular.
4)
Berikan huknah gliserin untuk membantu mempermudah BAB.
6.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
a.
Tujuan : Nyeri tidak timbul
b.
Kriteria hasil: Ekspresi wajah rileks, nyeri hilang, skala nyeri menurun.
c.
Intervensi :
1)
Ajarkan tindakan penurun nyeri noninvasif (relaksasi, stimulasi kutan).
Rasional:
untuk mengontrol nyeri.
2)
Berikan individu kesempatan untuk istirahat selama siang hari dan dengan waktu
yang tidak terganggu pada malam hari.
Rasional:
untuk meningkatkan istirahat klien agar mengurangi nyeri.
3)
Berikan informasi yang akurat untuk mengurangi nyeri.
Rasional:
agar klien tau penyebab nyeri pada pasien thypus abdominalis.
4)
Berikan individu pereda rasa sakit yang optimal dengan analgesik.
Rasional
:Untuk memberikan terapi pereda nyeri.
7.
Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi.
a.
Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat
b.
Kriteria hasil : Keluarga mampu menyebutkan pengertian thypoid, tanda gejala,
penyebab, diit yang diberikan pada pasien thypoid
c.
Intervensi:
1)
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya
Rasional:
mengetahui apa yang diketahui pasien tentang penyakitnya.
2)
Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien
Rasional:
supaya pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan dan pencegahan penyakit
typhoid.
3)
Beri kesempatan pasien dan keluarga pasien untuk bertanya bila
ada
yang belum dimengerti.
Rasional
:mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga pasien setelah diberi
penjelasan tentang penyakitnya.
4)
Beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat
Rasional
: memberikan rasa percaya diri pasien dalam kesembuhan sakitnya.
8.
Cemas berhubungan dengan mekanisme koping yang tidak efektif, krisis situasi
akibat perubahan status kesehatan dan hospitalisasi.
a.
Tujuan: Cemas berkurang
b.
Kriteria hasil: Menggambarkan kecemasan, menghubungkan peningkatan psikologis
dan kenyamanan fisiologis, menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam
mengalami cemas.
c.
Intervensi
1)
Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien
Rasional
: memudahkan intervensi
2)
Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas dimasa
lalu.
Rasional
: mempertahankan mekanisme koping adaptif, meningkatkan kemampuan mengontrol
ansietas.
3)
Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaan.
Rasional
: pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan
yang dirasakan
4)
Motivasi pasien untuk menfokuskan diri pada rialita yang ada saat ini,
harapan-harapan yang positif terhadap terapi yang dialami.
Rasional
: alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi
kecemasan.
5)
Anjurkan pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi.
Rasional
: menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
terimakasih nih pembahasannya...
BalasHapushttp://tokoonlineobat.com/obat-demam-tifoid-alami/
Sama - sama.. terimakasih sudah berkunjung ke blog saya. :D
BalasHapus