Kamis, 21 Juni 2012

TBC

DEFINISI


Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah paru-paru (IPD, FK, UI).
              Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara (pernapasan) ke dalam paru-paru, kemudian menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui peredaran darah, yaitu : kelenjar limfe, saluran pernafasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes RI, 2002).
              Tuberculosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), orang ke orang dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus (Corwin, 2001, hal. 414).



ETIOLOGI




Tuberculosis paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 0,3 – 0,6 um. Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam sehingga disebut bakteri tahan asam. Sifat lain kuman ini adalah aerob yaitu kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan O2 nya. Dalam hal ini tekanan O2 pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis. (Soeparman, 1999, hal. 715).
Mereka yang paling beresiko tertular basil adalah mereka yang tinggal berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif khususnya individu yang sistem imunnya tidak adekuat (Corwin, 2001, hal. 414).



MANIFESTASI KLINIS




Tanda dan gejala yang sering terjadi pada tuberkulosis adalah batuk yang tidak spesifik tetapi progresif. Biasanya tiga minggu atau lebih dan ada dahak. Selain tanda-tanda tersebut diatas, penyakit TBC biasanya tidak tampak adanya tanda dan   gejala yang khas. Biasanya keluhan yang muncul adalah :
1.        Demam : terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.
2.        Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang / mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulent ( menghasilkan sputum ).
3.        Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.
4.        Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5.        Malaise : ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan keringat di waktu di malam hari.




KLASIFIKASI

  1. Klasifikasi Kesehatan Masyarakat (American Thoracic Society, 1974)
-     Kategori 0 =  Tidak pernah terpapar / terinfeksi
-          Riwayat kontak negatif
-          Tes tuberkulin
-     Kategori I =    Terpapar TB tapi tidak terbukti ada infeksi
-          Riwayat / kontak negatif
-           Tes tuberkulin negatif-      Kategori II =   Terinfeksi TB tapi tidak sakit
-            Tes tuberkulin positif
-            Radiologis dan sputum negatif -    Kategori III =    Terinfeksi dan sputum sakit

  1. Di Indonesia Klasifikasi yang dipakai berdasarkan DEPKES 2000 adalah
a. Kategori 1 :
-            Paduan obat 2HRZE/4H3R3 atau 2HRZE/4HR atau  2HRZE/6HE
 Obat tersebut diberikan pada penderita baru Y+TB Paru BTA Positif, penderita TB Paru BTA Negatif Roentgen Positif yang “sakit berat” dan Penderita TB ekstra Paru Berat.
b. Kategori II :
-            paduan obat 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
       Obat ini diberikan untuk : penderita kambuh (relaps), pendrita gagal (failure) dan penderita dengan pengobatan setelah lalai ( after default)
c. Kategori III :
-            paduan obat 2HRZ/4H3R3
Obat ini diberikan untuk penderita BTA negatif fan roentgen positif    sakit ringan, penderita ekstra paru ringan yaitu TB Kelenjar Limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa uiteral, TB Kulit, TB tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.Adapun tambahan dari pengobatan pasien TB obat sisipan yaitu diberikan bila pada akhir tahab intensif dari suatu pengobatan dengan kategori 1 atua 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan   ( HRZE ) setiap hari selama satu bulan.

PATOFISIOLOGI



Mycobacterium tuberculosis yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), orang ke orang dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. Apabila bakteri tuberculin dalam jumlah yang bermakna berhasil menembus mekanisme pertahanan sistem pernapasan dan berhasil menempati saluran napas bawah, maka pejamu akan melakukan respons imun dan peradangan yang kuat. Karena respons yang hebat ini, akibat diperantarai oleh sel T, maka hanya sekitar 5 % orang yang terpajan basil tersebut menderita tuberculosis aktif. Penderita TBC yang bersifat menular bagi orang lain adalah mereka yang mengidap infeksi tuberculosis aktif dan hanya pada masa infeksi aktif.

Basil mycobacterium tuberculosis sangat sulit dimatikan apabila telah mengkolonisasi saluran nafas bawah, maka tujuan respons imun adalah lebih untuk mengepung dan mengisolasi basil bukan untuk mematikannya. Respons selular melibatkan sel T serta makrofag. Makrofag mengelilingi basil diikuti oleh sel T dan jaringan fibrosa membungkus kompleks makrofag basil tersebut. Tuberkel akhirnya mengalami kalsifikasi dan disebut kompleks Ghon, yang dapat dilihat pada pemeriksaan sinar-x toraks. Sebelum ingesti bakteri selesai, bahan mengalami perlunakan (perkijuan). Mikro-organisme hidup dapat memperoleh akses ke sistem trakeobronkus dan menyebar melalui udara ke orang lain. Bahkan walaupun telah dibungkus secara efektif, basil dapat bertahan hidup dalam tuberkel.

Apabila partikel infeksi terisap oleh orang sehat, akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Kuman menetap di jaringan paru akan bertumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini kuman dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer.

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di salurang hidung dan cabang besar bronkus. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan.
Kerusakan pada paru akibat infeksi adalah disebabkan oleh basil serta reaksi imun dan peradangan yang hebat. Edema interstisium dan pembentukan jaringan parut permanen di alveolus meningkatkan jarak untuk difusi oksigen dan karbondioksida sehingga pertukaran gas menurun.(Corwin, 2001: 414).

PATHWAYS





PEMERIKSAAN PENUNJANG



( Arif Mansjoer, 1999 ) 

1.   Anamnesis dan pemeriksaan fisik
2.      Laboratorium dan darah rutin ( LED normal / meningkat, limpositosis) 
3.      Foto thorax Patologi Anatomi dan lateral Gambaran foto torax yang menunjang diagnosa Tuberkulosis paru adalah : 
a.       Bayangan lesi terletak dilapanagan atas paru / segmen apikal lobus                  bawah. 
b.      Bayangan berawan / patchy atau berbercak ( modulei ) 
c.       Adanya kelainan kavitas tunggal atau ganda. 
d.      Kelainan bilateral terutama dilapisan atas paru. 
e.       Adanya kalsifikasi.f.       Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.g.      Bayangan milier. 
4.      Pemeriksaan sputumPemeriksaan sputum bakteri tahan asam memastikan diagnosa     tuberkulosis paru, namun pemeriksaan ini sensitif, karena hanya 30 – 70 % diagnosa dapat sitegakkan dengan pemeriksaan ini. 
5.      Tes PAP ( Peroksaidase Anti Peroksidase )     Uji serologi Imunoperoksidase Starning untuk menentukan adanya Imunoglobin G spesifik terhadap basil TBC. 
6.      Tes Mantoux / Tuberkulin test. 
7.      Teknik Polimerase Chain Reaction. 
8.      Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada satu mikroorganisme dalam spesimen, juga dapat mendeteksi adanya resistensi. 
9.      Becton Dickinson Diagnostic Instrumen System / BACTEC     Deteksi Growt Indek berdasar CO yang dihasilkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosa. 
10.  Enzym Linked Immunosorbent AssayDeteksi respon humoral, respon antigen, antibodi.
11.  Mycodot Deteksi antibodi memakai antigen lipoparabinomanon yang direkatkan pada suatau alat seperti sisir lalau dicelupkan ke serum pasien, bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka sisir akan berubah warna.                                                                                      



KOMPLIKASI



Kemungkinan komplikasi yang dapat  muncul akibat TBC antara lain (Depkes, 2000, hal 11) :

1.    Hemoptisis

2.    Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial

3.    Bronkiektasis
4.    Pneumotorak
5.    Penyebaran infeksi ke organ lain
6.    Insufisiensi cardio pulmoner



PENATALAKSANAAN



Jenis  obat yang dipakai :
-  Obat Primer                                               -  Obat Sekunder
    1.  Isoniazid (H)                                           1.  Ekonamid
    2.  Rifampisin (R)                                         2.  Protionamid
    3.  Pirazinamid (Z)                                       3.  Sikloserin
    4.  Streptomisin                                            4.  Kanamisin
    5.  Etambutol (E)                                          5.  PAS (Para Amino Saliciclyc Acid)
6.      Tiasetazon
7.      Viomisin
8.      Kapreomisin

Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2000 yaitu :
1.    Tahap Intensif
Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahab intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi  negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahab intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.2.    Tahap  Lanjutan
                 Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kelembutan. Tahab lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
    Paduan obat kategori 1 :

Tahap

Lama

(H) / day

 R day

Z day

F day

Jumlah

Hari X

Nelan Obat

Intensif

2 bulan

1

1

3

3

60

Lanjutan

4 bulan

2

1

-

-

54

    Paduan Obat kategori 2 :

Tahap

Lama

(H)

@300

 mg

R

@450

mg

Z

@500

mg

E

@ 250

mg

E

@500

mg

Strep.

Injeksi

Jumlah

Hari X

Nelan Obat

Intensif

2 bulan

1 bulan

1

1

1

1

3

3

3

3

-

-

0,5 %

60

30

Lanjutan

5 bulan

2

 

1

3

2

-

66

   Paduan Obat kategori 3 :

Tahap

Lama

H @ 300 mg

R@450mg

P@500mg

Hari X Nelan Obat

Intensif

2 bulan

1

1

3

60

Lanjutan

3 x week

4 bulan

2

 

1

1

54

  OAT sisipan (HRZE)         



Tahap

Lama

H

@300mg

 R

@450mg

Z

@500mg

 

E day

@250mg

Nelan X

Hari

Intensif

(dosis harian)

1 bulan

1

1

3

3

30





TINDAKAN KEPERAWATAN




Menurut Doengoes (2000) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus tuberculosis paru adalah sebagai berikut :
1.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tak adekuat penurunan kerja silia.
a.       Kriteria hasil: Menurunkan resiko penyebaran infeksi.
b.      Intervensi:
2)      Kaji potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah.
Rasional :  Sebagai pemahaman kepada pasien/orang terdekat untuk mencegah infeksi ke orang lain.

3)      Identifikasi orang yang beresiko.
Rasional :  Orang – orang yang terpajan perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran/terjadinya infeksi.
4)      Anjurkan pasien untuk batuk/bersin mengeluarkan ludah dengan tissue.
Rasional :  Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi.
5)      Awasi suhu sesuai indikasi.
 Rasional: Reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut.
6)      Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Rasional :  Periode singkat berakhir 2 – 3 hari setelah kemoterapi awal, resiko penyebaran infeksi berlanjut sampai 3 bulan.
7)      Dorong memilih makanan seimbang.
Rasional :  Adanya anoreksia dan malnutrisi sebelumnya merendahkan tahanan terhadap proses infeksi dan mengganggu penyembuhan.
2.      Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal.
a.       Kriteria hasil
Mempertahankan jalan nafas pasien, mengeluarkan sekret tanpa bantuan, menunjukkan perilaku untuk mempertahankan bersihan jalan nafas, berpartisipasi dalam program pengobatan.
b.      Intervensi
1)      Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional :  Sputum berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan (kavitasi) paru atau luka bronchial dan dapat memerlukan intervensi lanjut.
2)      Berikan posisi semi fowler/fowler tinggi, bantu pasien untuk batuk dan latihan nafas dalam.
Rasional :  Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan.
3)      Bersihkan sekret dari mulut dan trachea.
Rasional :  Mencegah obstruksi/aspirasi
4)      Pertahankan makanan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontra indikasi.
Rasional :  Pemasukan tinggi cairan membantu mengencerkan sekret, membuatnya mudah dikeluarkan.
3.      Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, obstruksi jalan nafas.
a.       Kriteria hasil
Melaporkan tidak adanya/penurunan dispnea, menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan Gas Analisa Darah (GDA) dalam rentang normal, bebas dari gejala distress pernapasan.
b.      Intervensi
1)      Kaji dispnea, takipnea, menurunnya bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan.
Rasional :  TB paru menyebabkan efek luar pada paru dari bagian kecil bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas.
2)      Tunjukkan/dorong bernafas bibir selam ekshalasi, khususnya untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional :  Membuat tahapan melawan udara luar, untuk mencegah penyempitan jalan nafas sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan/menurunkan nafas pendek.
3)      Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan.
Rasional :  Menurunkan konsumsi O2/kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan, sering batuk/produksi sputum, dispnea, anoreksia, ketidakcukupan sumber keuangan.
a.       Kriteria hasil
Menunjukkan BB meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas tanda malnutrisi, melakukan perubahan pola hidup untuk mempertahankan berat yang tepat.
b.      Intervensi
1)      Catat status nutrisi: turgor, kulit, BB, integritas mukosaoral, adanya tonus usus, mual/muntah atau diare.
2)      Pastikan pola diet biasa pasien yang disukai/tidak disukai.
Rasional :  Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/kekuatan khusus.
3)      Awasi input/out put dan BB secara periodik.
Rasional :  Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
4)      Selidiki anoreksia, mual, muntah, frekuensi, volume dan konsistensi feses.
Rasional :  Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan untuk meningkatkan pemasukan/penggunaan nutrien.
5)      Dorong/berikan periode istirahat sering.
Rasional :  Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan metabolik meningkat saat demam.
6)      Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.
Rasional :  Menurunkan rasa tak enak karena sisa sputum atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.
7)      Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional :  Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/kebutuhan energi dari makan makanan banyak dan menurunkan iritasi gaster.
5.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan berhubungan dengan kurang informasi, keterbatasan kognitif, tak akurat/tak lengkap informasi yang ada.
a.       Kriteria hasil
1)      Menyatakan pemahaman proses penyakit dan kebutuhan pengobatan.
2)      Melakukan perubahan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan umum dan menurunkan resiko pengaktifan ulang TB.
3)      Mengidentifikasi gejala yang memerlukan evaluasi/intervensi.
4)      Menggambarkan rencana untuk menerima perawatan kesehatan adekuat
b.      Intervensi
1)      Kaji kemampuan pasien untuk belajar.
Rasional :  Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan tingkatkan pada tahapan individu.
2)      Identifikasi gejala: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Rasional :  Menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut.
3)      Tekankan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan diet karbohidrat dan pemasukan cairan adekuat.
Rasional :  Memenuhi kebutuhan metabolisme membantu meminimalkan kelemahan dan meningkatkan penyembuhan, cairan dapat mengencerkan/mengeluarkan sekret.
4)      Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama.
Rasional :  Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi pasien.
5)      Kaji potensi efek samping pengobatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar